Desa Memiliki Keistimewahan Tersendiri
Semangat konsep “self governing communities” (pemerintahan sendiri berbasis komunitas) dan “local authority” (otoritas lokal), secara konstitusional telah dikukuhkan dalam Perubahan UUD 1945, Pasal 18 B ayat (1) dikenal dengan “otonomi khusus” dan ayat (2) pengakuan dan penghormatan pada “masyarakat hukum adat”, seperti desa di Jawa, Bali, dan Nagari di Minangkabau/ Sumatera Barat.
NKRI yang
begitu luas mempunyai beberapa nama yang terkait dengan desa
· Desa dengan Kampung, Kapunduhan, Kamandoran, Ampian, Cantilan, Dukuh, Banjar untuk
di Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur serta Bali;
·
Dhisa dengan Kampong-Kampong di
Madura;
·
Marga dengan Kampung, Dusun, Tiuh,
di Sumatera Selatan (Palembang, Jambi, Lampung dan Bengkulu);
·
Nagari dengan Kampuang dan Jorong di
Sumatera Barat;
·
Mukim dengan Gampong atau
Meunasah di Aceh;
·
Kuria dengan Huta dan Kesan di
Tanah Batak;
·
Tumenggungan atau Kampung di
Kalimantan;
·
Negorey dengan Soa dan Rumantau di
Maluku;.
·
Wanua dan Negoriy di
Minahasa;
·
Menoa, Laraingu, Kenaikan, Kefetoran dan Kedatoan di
Nusa Tenggara Timur;
·
Banjar dan Lomblan di
Nusa Tenggara Barat;
·
Penanian atau Buah di
Tanah Toraja;
Pasal 18B UUD
1945
- Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang undang.
- Negara mengakui kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masayarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang
Landasan
yuridis politik hukum pemerintahan desa nampak sebagai berikut :
1. Regeringsreglement
(RR) Pasal 71, Tahun 1854. Mengatur tentang pengesahan dan pemilihan Kepala
Desa dan Pemerintah Desa, serta hak Desa untuk mengatur dan mengurus rumah
tangganya sendiri.
2. Osamu Seirei No. 7 tahun 2604 (1944)
Pemilihan dan pemberhentian kepala desa, dan sebutan kepala desa sebagai Kuco.
3. UU No. 1 Tahun 1945 Tidak ada pengaturan
tentang desa secara eksplisit
4. UU No. 22 Tahun 1948 Kemungkinan atau
mengarahkan desa sebagai Daerah Otonom Tingkat III
5. UU No. 1 Tahun 1957 Kemungkinan dibentuk
Daerah Otonom Tingkat III, namun harus hati-hati
6. UU No. 19 Tahun 1965 Desa ditempatkan sebagai
Daerah Tingkat III dengan tata dan sebutan Desapraja
7. UU No. 5 Tahun 1974 Mengaturan tentang
pemerintahan Desa yang berdasar perundang-undangan tersendiri.
8. Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1978 tentang GBHN
Berisi: “… memperkuat pemerintahan desa agar makin mampu menggerakkan
masyarakat datam partisipasinya dalam pembangunandan penyelenggaraan
administrasi desa yang makin meluas dan efektif”. Untuk itu perlu disusun
Undang-Undang tentang Pemerintahan Desa.
9. UU 5 Tahun 1979 Desa berkedudukan langsung di
bawah Camat, dimana Camat merupakan Kepala Wilayah yang menjalankan satuan
pemerintahan vertikal (dekonsentrasi).
10. UU 22 Tahun 1999 Desa diatur dalam suatu
undang-undang dengan Pemerintahan Daerah. Desa merupakan subsistem dari
pemerintahan yang pengaturannya lebih lanjut diserahkan kepada daerah Kabupaten
dengan membentuk Perda. Tanpa ada penjelasan lanjut mengenai subsistem, maka
posisi desa berada di dalam atau di luar rumah tangga kabupaten.
11. UU 32 Tahun 2004 Desa kembali ditempatkan dalam
undang-undang mengenai Pemerintahan Daerah, yang menempatkan
Desa menurut UU No. 6 Tahun 2014
Berdasarkan
Pasal 1 angka 1, Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama
lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki
batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan,
kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul,
dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan
Negara Kesatuan Republik Indonesia
Pasal
1 angka 2, Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan
Republik Indonesia
Pasal
18 kewenangan desa meliputi kewenangan di bidang penyelenggaraan pemerintahan
desa, pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan
pemberdayaan masyarakat desa berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal
usul, dan adat istiadat desa.
Pasal
19 kewenangan desa meliputi:
- kewenangan berdasarkan hak asal
usul;
- kewenangan lokal berskala Desa;
- kewenangan yang ditugaskan oleh
Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, atau Pemerintah Daerah
kabupaten/Kota; dan
- kewenangan lain yang ditugaskan
oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, atau Pemerintah
Kewenangan
tersebut diperjelas dalam PP No.43 Tahun 2014
·
Sistem
organisasi masyarakat adat;
·
Pembinaan
kelembagaan masyarakat;
·
Pembinaan
lembaga hukum adat;
·
Pengelolaan
tanah kas desa; dan
·
Pengembangan
peran masyarakat desa.
Perspektif
Filosofis
Pertama,Secara
filosofis keberadaan desa menunjukkan bahwa sebelum tata pemerintahan di
atasnya ada, desa telah terlebih dahulu ada. Oleh karena itu desa seharusnya
menjadi landasan dan bagian dari tata pengaturan pemerintahan sesudahnya.
Kedua,
bangunan hukum desa merupakan fundamen bagi tatanegara Indonesia, artinya
bangsa dan negara sebenarnya terletak di desa. Oleh karena itu pengaturan desa
dalam perundang-undangan baik jenis dan hierarkinya akan menentukan jangkauan
dan menentukan maju mundurnya desa yang berimplikasi pada pemerintahan yang ada
di atasnya.
Ketiga,
Undang-Undang tentang pemerintahan desa merupakan instrumen untuk membangun
kehidupan baru desa yang mandiri, demokratis dan sejahtera.
Perspektif
Sosiologis
Pertama,
secara sosiologis desa-desa yang beragam di seluruh Indonesai sejak dulu
merupakan basis penghidupan masyarakat yang notabene mempunyai otonomi dalam
mengelola tatakuasa dan tatakelola atas penduduk, pranata lokal dan sumberdaya
ekonomi. (problem kemiskinan dan kesenjangan)
Kedua,
semua masyarakat lokal di Indonesia mempunyai kearifan lokal secara kuat yang
mengandung “roh” kecukupan, keseimbangan dan keberlanjutan dalam mengelola
sumberdaya alam dan penduduk (perbaikan kerusakan sosial, ekonomi, politik)
Ketiga, pengaturan tentang pemerintahan desa
dimaksudkan untuk merespon proses globalisasi, yang ditandai oleh proses
liberalisasi informasi, ekonomi, teknologi, budaya, dll. (survival ability
negara)
Sumber : Insan Mahmud, SE, M.Si
Editor : Suroso
Disclaimer : Berbagi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar