• Jelajahi

    Copyright © wadaslintangcom
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Health

    Asal Usul Nama Desa Kumejing Wadaslintang

    Suroso
    , Senin, Januari 16, 2023 WIB Last Updated 2023-01-16T11:07:05Z
    masukkan script iklan disini
    masukkan script iklan disini


    Asal Usul Desa Kumejing

    Nama KUMEJING diambil dari sebuah nama pohon yakni POHON KOMEJING. Namun saat ini pohon tersebut sudah punah. Sebagian warga meyakini TONGGAK KAYU KOMEJING masih ada dan kelihatan pada saat air Waduk Wadaslintang surut. Dengan luas wilayah  107,97 ha, dan berbatasan dengan Desa Lancar dan PLunjaran di sisi Utara, Waduk Wadaslintang di sisi timur, serta Kabupaten Kebumen di sisi selatan dan barat. 
    Permukiman penduduk bergeografis  di lereng bukit, Desa Kumejing terdiri dari 4 dusun, yaitu Dusun Kedungbulu, Dusun Kiringan, Dusun Brondong, dan Dusun Rejosari. Penggunaan lahan di Desa Kumejing antara lain sebagai sawah, hutan negara, waduk, penghijauan, tegalan, dan permukiman.
    Foto Lapak Pemancingan Desa  Kumejing

    Kumejing mengalami penjajahan Belanda dan Jepang

    Desa Kumejing tidak luput dari imperialis Belanda dan Jepang, meskipun desa tetangga tidak terpisah yaitu Kaligowong dimana di desa ini banyak rumah penduduk dibakar. Di Kumejing, waktu itu mayoritas di Dusun Trukareja sekarang bernama Rejosari, penjajah tidak sampai membakar rumah, namun penduduk harus mengungsi ke ujung barat bagian selatan desa. 
    Menurut Pak Kasbari, sebagian penduduk meninggalkan hewan ternaknya (bebek, ayam, kambing), namun sapi ikut dibawa mengungsi. Pak Kasbari—yang dalam beberapa periode cekungan Congkog (istilah sekarang Kadus)—masih pemakaman ketika ada warga yang sapinya mati setelah terperosok jurang. Dia juga ingat persis ketika di malam hari kelihatannya nyala peluru berseliweran ditembakkan dari utara ke selatan atau sebaliknya. Karena langka dan sulitnya makanan pada waktu itu, rakyat banyak yang makan dari bahan makanan yang seharusnya dimakan hewan, misalnya keladi gatal, umbi-umbian, sagu (dari batang pohon aren), bahkan menurut cerita ada yang memarut pohon pepaya untuk dimakan. Untuk pakaian, ada yang memakai karung goni (karung yang sekaranng sering digunakan untuk lomba balap karung). Pakaian dari bahan kain nilo ketika itu sudah sangat bagus.

    Penduduk  Transmigrasi

    Pembangunan Waduk Wadaslintang dimulai, awal tahun 80-an. Penggantian lahan tanah yang terkena proyek di sebut Ricikan
    Bagi yang tidak punya lahan atau lahannya habis terkena proyek, masyarakat memilih untuk transmigrasi.  Sementara yang masih memiliki lahan cukup, memilih menjadikan sisa lahan mereka sebagai kampung. 

    Perpindahan pemukiman diwaktu itu, sebagian besar warga Trukareja Barat naik ke ladang mereka yang sekarang menjadi dukuh Rejosari, sementara Trukareja Timur banyak yang ke Bandung Mulya dan sebagian lainnya pindah ke Kiringan, Kedung Bulu atau wilayah lain. 
    Sebaliknya, ada pula warga Kedung Bulu, Bandung Mulya, Kiringan dan Kaliasat pindah ke Rejosari. Perpindahan saling-silang seperti di atas belum terlalu terasa dampaknya, antar warga masih bisa saling berkunjung dengan berjalan kaki.
    *dikutip dari : https://kumejing-wadaslintang.wonosobokab.go.id



    Komentar

    Tampilkan

    Tidak ada komentar:

    Untuk Anda